NILAI TUKAR DINAR DIRHAM
24-07-2014 , Kamis Pagi

DINAR EMAS
Nisfu (1/2) Dinar - Rp. 0,-
Dinar - Rp. 0,-
Dinarayn - Rp. 0,-

DIRHAM PERAK
Daniq (1/6) Dirham - Rp. 0,-
Nisfu (1/2) Dirham - Rp. 0,-
Dirham - Rp. 0,-
Dirhamayn - Rp. 0,-
Khamsa - Rp. 0,-
Depok, 18 November 2011
Dinar Resmi adalah 4.25 gr, Dirham 2.975 gr
Dr. Yusuf Qardhawi -
Berikut adalah nukilan dari buku Hukum Zakat, sub judul Ukuran Nilai Dirham dan Dinar yang Disyariatkan, karangan ulama modernis, Dr Yusuf Qardawi (Penerbit Mizan, hal. 253-259)

Jika kita ketahui bahwa nisab zakat perak adalah 200 dirham dan pada emas 20 dinar, masih perlu bagi kita untuk mengetahui hakikat dirham dan dinar yang disyariatkan dan ukuran keduanya untuk mengetahui kemudian berapa penyesuiaian (kurs) nisabnya sekarang.

Telah terjadi banyak pertentangan di kalangan ulama salaf dan khalaf tentang persoalan ini, seperti Abu Ubaid dalam al-Amwal, al-Baladzari al-Mawardi dalam al-Ahkamas Sulthaniyah, an-Nawawi dalam al-Majmu', al-Maqrizi dalam an-Nuqud al-Qadimah al-Islamiyah, dan Ibnu Khaldun dalam al-Mukaddimah, dan lain-lain, baik yang sebelum mereka maupun sesudahnya.

Sebagai kesimpulan yang dapat disarikan dari pendapat mereka adalah apa yang dapat disimpulkan oleh Ibnu Khaldun bahwa kesepakatan telah dicapai sejak munculnya Islam kemudian pada masa sahabat dan tabi'in, bahwa dirham yang disyari'atkan adalah apa yang 10 daripadanya disamakan dengan 7 misqal dari emas, dan uqiyahnya sama dengan 40 dirham, yang dalam hal ini sama dengan 7/10 dinar. Dan timbangan misqal emas disimpulkan sebagai sama dengan 72 biji gandum pertengahan, maka dirham menjadi 7/10 daripadanya yakni 55 biji. Semua ukuran ini ditetapkan dengan ijmak.

Adapun dinar - dan itu misqal - yang masyhur tidak mengalami perubahan baik pada masa jahiliyah maupun pada masa Islam. Yang disepakati bahwa uang Arab yang Islami disamakan dengan hal ini. Hanya saja berkembang pada masa setelah itu, sejak masa al-Marwan - khalifah Umayyah yang mengadakan dirham pada masanya, yang ukuran besarnya sama dengan 8 dawanik, sedangkan yang kecil sama dengan 4 dawanik yang kemudian digabung. Dengan demikian gabungan itu bernilai 6 dawanik. Dan begitu juga terhadap misqal. Kalau pada kurun awal belum ada nominasi tertentu, maka setiap 10 dirham yang disamakan dengan 6 dawanik adalah sama dengan 7 misqal. Hal ini telah ditetapkan dan tak ada perubahan.

Kemudian para ulama dan ahli sejarah menetapkan bahwa dirham dan dinar belum bertahan pada kedudukan yang telah ditentukan ijmak pada masa Abdul Malik, tapi mengalami perubahan besar pada hal timbangan dan pemakaian dari satu negeri ke negeri lain, dari satu masa ke masa lain, sedangkan masyarakat cenderung untuk menggambarkan ukuran yang disyariatkan dengan jalan pikiran. Maka penduduk tiap-tiap negeri mengeluarkan kewajiban syariat atas uang mereka, dengan pemahaman penyesuaian nilai uang seperti yang telah diterangkan. Jalan apakah yang ditempuh untuk mengetahui timbangan dirham dan dinar dalam keragaman pelaksanaan dan perbedaan timbangan di negeri-negeri Islam sekarang?

Petunjuk Nabi
Nabi telah menunjukkan umatnya kepada hakikat yang bermanfaat, yang pada akhirnya dipakai oleh beberapa negara sekarang ini, dan menjadikannya sebagai ketentuan. Yaitu penyatuan 'ukuran panjang' dan 'ukuran berat' (begitu juga ukuran - ukuran lain), sehingga tegaklah sendi pergaulan umat manusia, serta terhindarlah mereka dari benih silang sengketa. Hal ini tertuang dalam hadis: 'Timbangan dalam ukuran berat adalah timbangan penduduk Makkah, dan ukuran panjang adalah timbangan penduduk Madinah.'Hal ini disebabkan karena penduduk Makkah adalah masyarakan yang bisnis/ekonomis, maka mereka cenderung untuk mempergunakan ukuran misqal, dirham, awqiyah dan sebagainya di mana mereka dalam hal ini lebih tahu, sedangkan penduduk Madinah adalah masyarakat agraris dari ladang dan kebun, maka mereka bergumul dengan ukuran wasaq, sha', mud, dan sebagainya dimana mereka dalam hal ini lebih tahu. Lantaran itulah Nabi menyuruh untuk berpedoman kepada ukuran sesuatu masyarakat yang mereka ahli dalam hal itu.

Adalah suatu urgensi bagi setiap negeri yang penduduknya beragama Islam untuk menyatukan ukuran mereka dengan mengikuti ukuran/timbangan kedua negeri tersebut (Makkah dan Madinah), dan menjadikan keduanya 'pusat orientasi' dalam hal dimaksud. Dan agar dirham pada semua negeri Islam adalah dirham yang satu yang tidak terdapat pertentangan padanya. Begitu juga misqal, awqiyah, rithl, dan sebagainya. Termasuk dalam hal ini sha', mud, dan sebagainya. Dengan demikian diketahuilah hak dan kewajiban sesuatu dengan ketentuan syariat dengan cepat dan mudah dan tanpa kesulitan serta kesukaran.

Tapi yang memprihatinkan adalah bahwa kaum Muslimin belum memberikan kepedulian terhadap petunjuk Nabi ini, dan belum memberikan pengindahan yang memadai. Jika telah merupakan kewajiban untuk memelihara contoh tersebut terselenggara secara seksama, teliti dan sempurna di berbagai negeri Islam maka hendaklah berpedoman kepadanya dalam menentukan ukuran sesuai syariat, terutama dalam penentuan zakat.

Adalah kewajiban bagi penguasa negeri-negeri Islam untuk membudayakan hal ini dengan menjadikan pemakaian ini sebagai asas dalam pergaulan dan kegiatan tukar menukar di antara sesama manusia atau antar-negara dan masyarakat.

Tapi pada kenyataannya, berlangsung hal lain. Maka terdapatlah pertentangan yang sesat terhadap dirham, dinar, uqiyah, rithl dan semua ukuran dan timbangan, yang pada gilirannya menimbulkan silang sengketa, dan persoalan menjadi serius.

Seperti kita ketahui adanya perbedaan 'rithl Baghdad' dengan 'rithl Madinah' dan 'rithl Mesir' dengan 'rithl syam'. Pula, kita ketahui bahwa satu dirham apakah sama dengan 12 qirath, atau 14, atau 15 atau 16, atau lebih kecil atau lebih besar.

Dan berapa bijikah dari gandum? Dan apakah misqal; dinarkah ia atau bukan? Dan berapa qirathkah misqal itu? Maka berapa biji gandumkah persamaannya?

Para fuqaha membahas pertanyan-pertanyaan tersebut dengan panjang. Mereka berbeda paham karena perbedaan tradisi dan istilah menurut perbedaan negeri dan waktu.

Sebagia fuqaha Hanafiah mengatakan bahwa tiap-tiap negeri mempunyai ukuran tersendiri. Hal ini serupa dengan apa yang dikatakan oleh Ibnu Habib al-Andalusi yang mengatakan bahwa sesungguhnya penduduk masing-masing negeri mempergunakan dirhamnya masing-masing.

Mereka mengatakan bahwa sesungguhnya dia (al-Andalusi) menyendiri dengan pendapatnya, dan tidak seorangpun menentangnya bahwa nisab zakat 200 dirham, mencapai 140 misqal. Mereka sepakat bahwa 1 dirham = 7/10 misqal (setiap 7 misqal sama dengan 10 dirham).

Oleh karena itu harus dibahas ukuran dirham dan dinar yang disyariatkan dalam menentukan nisab zakat. Yang memudahkan kita adalah bahwa mengetahui ukuran salah satu daripada keduanya akan membawa kita kepada mengetahui yang lain, karena perbandingan antara dirham dan dinar sudah diketahui yaitu 7 : 10, maka 1 dirham sama dengan 7/10 misqal.

Metode Standarisasi
Tapi yang menyulitkan adalah bahwa pecahan-pecahan kecil yang mereka sebutkan sebagai bagian-bagian dirham atau dinar merupakan sesuatu yang belum pasti. Karena hal ini merupakan perbedaan masing-masing daerah, waktu dan jenis. Seperti 'khurub', 'syair', 'khinthah', dan 'khardal'. Telah dicoba untuk disepakati kata yang satu di Kairo, namun terdapat perbedaan pendapat yang jauh seperti hal-hal berikut ini:

Mereka menyebutkan bahwa 1 dirham adalah 6 danik. Sedangkan 1 danik adalah 2 1/3 biji kharrub. Maka 1 dirham sama dengan 16 biji kharrub. Maka bisakah kita mengetahui timbangan biji kharrub?

Hal tersebut telah menimbulkan pertentangan di antara pembahas yang berminat untuk menentukan ukuran uang-uang Islami. Dr. Abdur Rahman Fahmi, sekretaris Badan Kesenian Islam di Kairo, setelah mengadakan percobaan dan penelitian, menyimpulkan dalam bukunya Shajus Sikkah fi Fajril Islam, bahwa timbangan pertengahan daripada biji kharrub adalah 194 gram. Maka dengan demikian 1 dirham sama dengan 16 x 194 = 30,104 gram.

Ibnu Abidin menyebutkan perkataan ulama Hanafiah tentang ukuran dirham dan perbandingannya dengan 'dirham urfi' yang mengandung pertentangan besar. Ada yang mengatakan bahwa dirham urfi lebih besar. Ada yang mengatakan ia lebih kecil. Ia mengatakan seperti tersebut dalam Sakhul Anhar bahwa terdapat banyak pendapat tentang pembatasan qirath dan dirham yang sesuai dengan perbedaan istilah. Maksudnya adalah menetapkan apa yang dimaksudkan dengan dirham itu secara pasti menurut syara'.

Para peneliti sampai kepada kesimpulan terdahulu lewat jalan lain. Al-Maqrizi menyebutkan bahwa orang-orang Yunani menentukan ukuran dirham dan dinar dengan timbangan biji sawi (khardal), sehingga tidak terdapat perbedaan di antara banyak tempat. Mereka mengukur dirham dengan 4200 biji sawi, dan dinar dengan 6000 biji. Dalam abad yang lalu, Mazhab Syafi'i menulis risalah tentang ukuran dirham, misqal, rithl dan mikyal. Mereka menetapkan dalamnya bahwa dirham yang beredar pada zamannya adalah 'dirham syar'i' dengan cara pengujian biji sawi, dan dengan penyesuaian dengan 'dirham Raja Qatibayi' (dalam dirham terakhir ini terlukis tanda tangan raja). Golongan Syafi'I berkata bahwa rithl Mesir = 144 dirham, rithl Baghdad = 128 4/7 dirham. Ini berarti bahwa dirham yang beredar pada zaman sekarang dapat diketahui demikian. Jika rithl Mesir berharga 144 dirham, sedangkan dirham sama dengan 3,12 gram, maka beda antara timbangan ini dengan timbangan yang lalu adalah 0.016 gram. Ini hanyalah perbedaan yang kecil.

Tetapi berpedoman kepada biji sawi dalam menetapkan besar dirham tidak benar, oleh karena biji sawi itu tidak sama beratnya yang berbeda-beda di satu tempat dari tempat lain, yang akhirnya akan membuat kekacauan pula, seperti yang pernah saya alami mengenai kasus berat biji carab. Begitu juga ornag yang melihat pendapat Maqrizi akan memahami bahwa 1 dirham yang diukur sebesar 4200 biji sawi hanya tepat mengenai ukuran 1 dirham rithl, belum tentu sama dengan 1 dirham uang dan lain-lain.

Dengan demikian jelas bahwa terdapat bermacam-macam dirham dan misqal yang tidak sama dengan dirham dan misqal mata uang. Maqrizi mengutip pendapat Khattabi bahwa terdapat dirham lain sebagai alat ukur yang dipergunakan di dunia Islam, yang perbandingannya 7 : 10. Juga Ali Mubarak mengatakan bahwa dirham yang beratnya 3,12 gram banyak sekali dipergunakan. Hal inilah barangkali yang menyebabkan para ulama berbeda pendapat sekali tentang ukuran 1 dirham dan 1 misqalI.

Sedangkan mengenai 'dirham Qaitabai' tersebut di atas maka kita tidak percaya bahwa dirham itu tidak bisa lebih besar atau lebih kecil beratnya, karena kita jelas mengetahui bahwa 'dirham Qaitabai' adalah dirham yang sah dan benar?

Sekarang metode yang dapat kita gunakan untuk mengetahui berat 1 dirham dan 1 dinar itu tinggal hanya metode penelusuran, yaitu memeriksa berat uang logam yang tersimpan dalam museum-museum Arab dan Barat, terutama mengenai dinar dan misqalnya. Hal itu oleh karena para ahli sejarah mengatakan bahwa dinar dan dirham itu tidak berubah-ubah beratnya baik pada zaman jahiliah maupun dalam zaman Islam. Dan juga oleh karena mereka mengukur 10 dirham sama dengan menimbangnya 7 misqal, seakan-akan misqal itulah yang jadi patokan. Bila kita sudah mengetahui berat 1 misqal maka kita akan bisa mengetahui besar nisab uang logam: emas dan perak.

Metode inilah yang ditempuh pleh para peneliti Eropa yang diikuti oleh seorang peneliti Mesir, Ali Pasya Mubarak, yang menyediakan jilid 20 bukunya Khuthuth at-Taufiqiyya membicarakan tentang mata uang logam. Para peneliti itu sampai kepada kesimpulan, setelah menelusuri mata-mata wang logam Islam yang tersimpan di museum-museum London, Paris, Madrid dan Berlin, bahwa 1 dinar Abdul Malik beratnya 4,25 gram. Daira al-ma'arif al Islamiah juga menyebutkan demikian, yaitu berat yang sama dengan berat 1 pounsterling Inggris. Dengan demikian berat 1 dirham 4,25 x 7/10 = 2.975 gram. Hal ini diperkuat oleh sebagian peneliti arab masa terakhir, dan ini pulalah yang ditegaskan oleh orientalis Zambaur dalam Daira al-Ma'arif al-Islamiah terjemahan, jilid 1, masalah 'dirham' dan 'dinar' , yang dalam masalah 'Dirham' halaman 226 dan seterusnya mengatakan: Para sejarawan berbeda pendapat sekali tentang berapa berat 1 dirham yang benar. Tetapi mereka sependapat bahwa perbandingan dirham dengan dinar adalah 7 : 10. Bila misql mempunyai banyak pengertian, maka kesimpulan itu tidak benar, kecuali bila 1 misqal sama beratnya dengan 1 dinar yang sah, yaitu misqal Makkah yang beratnya 4,25 gram. Dari hal itu kita menarik kesimpulan bahwa hipotesa yang lebih benar tentang berat 1 dirham adalah 2,97 gram. Berat ini sesuai sekali dengan cetakan yang masih ada dan berat-berat kacanya, dan juga sesuai dengan berat cetakannya pada masa ditemukan (295-320 H / 908-932 M), sebagaimana diungkapkan Roger.

Barangkali khalifah Umar adalah orang pertama yang menetapkan bahwa timbangan resmi bagi dirham adalah 2.975 gram. Abdul Malik telah memerintahkan agar timbangan ini merupakan cetakan perak yang sah.

Para ahli sejarah bersepakat bahwa perbaikan yang dimasukkan oleh Abdul Malik dalam tata pergaulan masyarakan pada tahun 77 H belum menyentuh persoalan emas. Menjadi mungkinlah untuk langsung ditetapkan dari timbangan yang pasti secara teliti ukuran dinar. Dalam pada itu didapati bahwa dinar ditimbang sama dengan 4,25 gram (66 biji). Hal ini sesuai sekali dengan timbangan yang dipakai oleh Souldairis (penguasa Bizantium) yang hidup semasa dengannya.

Kemudian dikatakan bahwa syariat masih membenarkan bahwa dinar resmi adalah 4,25 gram (66 biji).

Mudah-mudahan cara ini merupakan cara terbaik untuk mengetahui ukuran dirham dan dinar yang disyariatkan yang jauh dari kesalahan dan lebih dekat kepada pendekatan ilmiah. Sehingga tidak ada celaan dalam pembenaran dan penetapannya, yakni yang mengundang banyak pertentangan seperti yang dihasilkan oleh cara-cara terdahulu.

Jadi nisab perak dengan timbangan baru menjadi 200 x 2.975 = 595 gram, sedangkan nisab emas adalah 20 x 4.25 = 85 gram.

Maka barangsiapa memiliki perak murni, baik dalam bentuk uang maupun leburan logam setimbang 595 gram, wajib baginya mengeluarkan 2,5 persen.

Dibaca : 11612 kali


Bookmark and Share

lainnya
Index kategori : Artikel
Facebook   Twitter   Yahoo Group   You Tube   Baitul Mal Nusantara
© WAKALA INDUK NUSANTARA                                                                                                                        DISCLAIMER   SITEMAP   SITE INFO