NILAI TUKAR DINAR DIRHAM
24-07-2014 , Kamis Pagi

DINAR EMAS
Nisfu (1/2) Dinar - Rp. 0,-
Dinar - Rp. 0,-
Dinarayn - Rp. 0,-

DIRHAM PERAK
Daniq (1/6) Dirham - Rp. 0,-
Nisfu (1/2) Dirham - Rp. 0,-
Dirham - Rp. 0,-
Dirhamayn - Rp. 0,-
Khamsa - Rp. 0,-
Cirebon, 16 Desember 2011
Dinar dan Dirham Tak Ubahnya Tutup Botol
Mimin Mintarsih - Pengguna Dinar Dirham
Dinar dan Dirham tidak ada manfaatnya, kecuali ketika dipergunakan sebagai alat pembayar zakat dan alat tukar dalam bermuamalah. Catatan lanjutan dari seorang anggota Jawara Cirebon.

Menggunakan Dinar dan Dirham adalah bagian dari muamalah. Pak Abdarrahman, Ketua Paguyuban Jawara, menggambarkan koin Dinar itu seperti sebuah tutup botol, yang bila dilepas dari botolnya tidak ada fungsinya sama sekali. Bila kita kembalikan ke botolnya barulah punya arti. Demikian juga dengan Dinar dan Dirham tak akan ada gunanya bila kita tidak mengembalikan fungsi aslinya, yaitu sebagai alat pembayar zakat mal dan alat tukar dalam bermuamalah di masyarakat. Baik itu dengan sesama Muslim maupun dengan non-Muslim.

Dinar dan Dirham akan menjadi sangat penting bila kita gunakan untuk membayar zakat. Dinar dan Dirham menjadi bermakna ketika menjadi alat tukar dalam keseharian kita.

Pahala Besar Memerangi Riba
Mengembalikan Dinar dan Dirham pada fungsi fitrahnya bukan amalan sholeh yang kecil, karena menegakkan perintah Allah , subhanahu wa ta'ala, yang melarang RIBA dan menghalalkan JUAL BELI. Begitu ngerinya dosa riba, sampai dalam suatu hadist dikatakan dosa riba itu adalah nomor dua sesudah dosa syirik dan lebih besar dari 36 kali berzina. Maka tak ayal lagi kehadiran Dinar dan Dirham di Nusantara adalah bentuk kasih sayang Allah , subhanahu wa ta'ala, kepada kita. Karena dengan adanya Dinar dan Dirham maka akan kita tegakkan rukun zakat. Dengan Dinar dan Dirham kita akan melindungi harta kita dari kikisan riba yang telah membuat kita terpuruk dalam kehidupan.

Coba perhatikan semua yang terjadi di depan mata kita, semua dapat dipastikan berurusan dengan bank dan Riba. Semua yang akan kita beli dengan mudah diperoleh dengan kredit, sepertinya menyenangkan, tapi akan menjerat diri kita. Saya sendiri melihat dalam keseharian di kampung saya.

Tak habis pikir orang-orang berlarian mencari pinjaman. Orang-orang berburu kredit murah. Mobil pengangkut motor di bulan Ramadhan lalu seperti berlomba memamerkan sudah berapa 'korban' yang telah terpikat dengan produknya. Saya hanya geleng-geleng kepala. Bukankah Allah, subhanahu wa ta'ala, mengajarkan untuk 'tidak boros', untuk tidak menanggung beban yang tidak sesuai dengan kemampuan? Bahkan junjungan kita Rasulullah, sallalahu alayhi wa sallam, mengajarkan untuk tidak berhutang, dan mengajarkan do'a agar terlindungi dan terjauhkan dari hutang. Mestinya ini menjadi pemicu bagi kita agar bekerja keras dalam mencari rezeki. Allah, subhanahu wa ta'ala, sudah menebarkan rezeki-Nya, tapi kita yang tidak mau memungutnya.

Kembali teringat pertemuan kami, para Jawara Cirebon, di Langgar Agung Kasultanan Kasepuhan. Pak Abdarrahman menambahkan, bila kita tidak memakai Dinar dan Dirham maka semua lini kehidupan kita akan terus tiarap, karena sistem riba yang ada di masyarakat kita sudah menggurita. Ilmu yang Allah, subhanahu wa ta'ala, berikan kepada kita yaitu Muamalah, yang hampir hilang, telah diajarkan kembali oleh Shaykh Dr. Abdalqadir As Sufi, seorang muslim dari Skotlandia. Beliau menegaskan bahwa satu-satunya agama yang melarang RIBA secara tegas tinggal ISLAM, dan cara untuk menghilangkannya hanya satu yaitu kembali bermuamalah, menggunakan Dinar dan Dirham.

Shaykh Abdalqadir telah menghadirkan kembali gerakan Murabitun, yang telah dikenal dalam sejarah mempertahankan Islam di Andalusia di masa lalu. Seorang muridnya, yang sekarang juga sudah dinobatkan sebagai Shaykh, yaitu Shaykh Umar Ibrahim Vadillo, yang berbangsa Spanyol, telah melangkahkan dirinya untuk pertama kali mencetak Dinar dan Dirham sebagai alat tukar. Langkah ini telah diikuti oleh umat Islam yang lain, di bawah kepemimpina para Amirnya masing-masing, mencetak Dinar dan Dirham untuk digunakan sebagai alat tukar. Dinar dan Dirham bukan sebagai investasi, karena Nabi kita tercinta, salallahualaihi wasallam, melarang kita menumpuk harta di rumah.

Saya teringat guru mengaji saya dulu pernah bercerita bagaimana bank membuat kita menjadi semakin tergantung, karena takut kehilangan uang kita menabung di bank; takut tak kesampaian dalam hal pembiayaan berbagai keperluan, kita membuka deposito di bank, bila takut terjadi kecelakaan menimpa diri dan bentuk kehilangan lainnya seperti kebakaran, tabrakan, kematian, kerampokan dan lain-lain kita ikut asuransi, baik yang nebeng di bank atau berdiri sendiri. Semua bentuk produk itu tak terlepas dari riba.

Sedangkan di zaman dahulu, di zaman Rasul dan para Khulafaur Rosyidin, bila ada yang menumpuk hartanya maka akan di-'jabel' (diambil paksa) oleh pemerintah untuk diikutkan dalam perniagaan. Jadi semestinya uang-uang di bank itu kita keluarkan, lantas kita manfaatkan dalam perniagaan, menjadi modal dalam perekonomian. Sayangnya kita selalu berbelit dengan riba.

Pentingnya Otoritas
Dari penjelasan Pak Abdarrahman, saya juga mencatat, pentingnya fungsi Kesultanan. Beliau mengungkapkan, Cirebon adalah tempat yang tepat untuk memulai mengembalikan Dinar Dirham dalam kehidupan masyarakat. Sebab di sini sudah ada seorang Sultan yang mempunyai hak untuk mencetak Dinar dan Dirham. Dalam sejarah Cirebon, kita mengenal satu pesan kalimat dari Shaykh Sunan Gunung Jati yang sangat terkenal di masyarakat Cirebon yaitu 'Ingsun Titip Tajug lan Fakir Miskin', artinya 'Saya Titip Masjid dan Fakir Miskin'.

Pesan itu diartikan bahwa kita disuruh untuk menegakkan Sholat = Tajug dan menjalankan zakat, agar fakir miskin di sekitar kita lebih terangkat kehidupannya. Sungguh sangat dalam makna dari perkataan Kanjeng Shaykh Sunan Gunung Jati tersebut, penuh dengan keimanan akan perintah Allah Taala dalam Al Qur'an yang menyebut Sholat bergandeng dengan Zakat sebanyak 29 kali: 'Aqimus sholaat waatuz Zakaat'.

Secara berseloroh Pak Abdarrahman, yang pernah tinggal di Cirebon di masa kecilnya, mengatakan ingin balik di Cirebon lagi, karena iri dengan orang Cirebon yang punya semuanya. Ada Sultan yang punya hak dan wewenang mencetak Dinar dan Dirham, juga ada falsafah dari Shaykh Gunung Jati yang begitu diresapi oleh masyarakat Cirebon. Mestinya modal untuk memulai sudah dimiliki oleh orang Cerbon. Dan sejarah pun telah membuktikan penerapan Dinar dan Dirham di Kesultanan Cirebon di masa lalu.

Situs WIN pernah melaporkan: 'Dalam dalam seminar yang diadakan di IAIN Syaikh Nurjati Cirebon, beberapa bulan lalu, Sultan Sepuh XIV, Pangeran Arif Natadiningrat, mengirim utusannya yang menunjukkan bukti tertulis keputusan Sunan Gunung Jati untuk membayarkan diyat, dalam Dinar Emas (dari Naskah Mertasinga, 2005:140). Hal ini sebagai pengganti hukuman mati atas puteranya, Pangeran Jayakelana, yang dianggap lalai dalam tugas yang diberikannya. Semula hukuman yang dijatuhkan atasnya adalah Hukuman Mati, tetapi atas permintaan para ulama dan wali, hukumannya diganti dengan diyat: dinar emas sebanyak berat badan Pangeran Jayakelana.
'Marah wetokna iki, Dinar ingkang kira iku, ing timbangane si kalana, wusing timbang nuli pada duman maring sakabeh ika, fakir miskin aja ana, ingkang kaliwat , sallalahu alayhi wa sallam,iji, nuli si iku kalana, buangen maring gon kang sepi, ya ana segara kering'.

Demikianlah isi teks Mertasinga, yang artinya:
'Coba keluarkan uang Dinar dan timbanglah seberat badan Jayakelana, bilamana sudah kau timbang, kemudian bagikan uang itu semuanya, jangan ada fakir miskin yang tertinggal satu pun, dan si Kalana buanglah ke tempat yang jauh, di laut utara.'
Dari naskah itu terbukti bahwa masyarkat Cirebon sudah menggunakan Dinar Emas, baik untuk keperluan muamalat sehari-hari maupun untuk penerapan hukuman (hudud) dan diyat. Kemakmuran Cirebon juga tergambar dari jumlah Dinar yang dibagikan itu, yaitu seberat badan orang dewasa, katakanlah sekitar 70 kg maka setidaknya sekitar 16.500 dinar hari itu dibagikan kepada fakir miskin.

Informasi penting dalam seminar itu pula terungkap yaitu, keputusan pencetakan Dinar emas (dan dirham perak) oleh Sultan Gunung Jati sebagai pernyataan kedaulatan Kesultanan Islam Cirebon, dan lepas dari Kerajaan Pajajaran Hindu. Sunan Gunung Jati juga menerapkan 'penarikan' zakat dengan tegas, dan mewariskan pesan sangat penting pada putra wayah (anak turunan): Ingsun Titip Tajug Lan Fakir Miskin. Dan bersama ini pula bahwa pilar syariat yang harus diterapkan saat ini, yang pertama, yaitu RUKUN ZAKAT.

Andaikan masalah perut sudah selesai, maka kehidupan yang lain pun bisa damai. Pentingnya Zakat untuk ditarik dan didistribusikan, membutuhkan sebuah otoritas, masyarakat Cirebon harusnya berbangga karena ada Sultan. Inilah saatnya untuk mengembalikan kekuasaan Kesultanan seperti saat Syaikh Sunan Gunung Jati memerintah. Dengan Syariat Islam yang tegak maka kedamaian dan kemakmuran akan menyertai.

Pak Abdarrahman seakan berpesan, 'Bila sudah pegang Dinar dan Dirham jangan sampai terlepas. Kita berjuang bukan karena Dinar dan Dirham, tetapi karena ini adalah Warisan Islam yang turun ke Shaykh Gunung Jati dan akhirnya ke kita. Kepada Sultan, kita ingin menghormati beliau, tetapi ternyata Sultan lebih mencintai kita, memberikan tampat untuk pertemuan ini, bahkan mengutus utusannya yaitu Bapak Raden Tossin Sunardi, S.H serta Elang Bandi yang turut dalam pertemuan ini.'

Dalam pertemuan ini Bapak Tossin menyampaikan kegembiraannya tentang adanya Dinar dan Dirham, yang sebelumnya dia sebut 'hanya sebuah kalimat berita', tapi kini telah menjadi kenyataan. Dan beliau menyampaikan pesan Sultan untuk mempersilakan para JAWARA beraktifitas di Keraton Kasepuhan ini, dan kebetulan pula ada momentum Maulid, akan dijadikan kesempatan oleh JAWARA untuk mengenalkan penggunaan Dinar dan Dirham di masyarakat.

Atas izin Sultan Arief, pada bulan Rabiul Awal 1433 H ini, di Keraton Kasepuhan, akan diadakan Seminar, Festival Hari Pasaran dan Dzikir bersama. Semoga acara ini berlangsung dengan sukses atas Izin-Nya. Insha Allah.

Dibaca : 4875 kali


Bookmark and Share

lainnya
Index kategori : Artikel
Facebook   Twitter   Yahoo Group   You Tube   Baitul Mal Nusantara
© WAKALA INDUK NUSANTARA                                                                                                                        DISCLAIMER   SITEMAP   SITE INFO