NILAI TUKAR DINAR DIRHAM
24-07-2014 , Kamis Pagi

DINAR EMAS
Nisfu (1/2) Dinar - Rp. 0,-
Dinar - Rp. 0,-
Dinarayn - Rp. 0,-

DIRHAM PERAK
Daniq (1/6) Dirham - Rp. 0,-
Nisfu (1/2) Dirham - Rp. 0,-
Dirham - Rp. 0,-
Dirhamayn - Rp. 0,-
Khamsa - Rp. 0,-
Depok, 06 Januari 2012
Harap Harap Cemas 2012
H. Zaim Saidi - Pimpinan Baitul Mal Nusantara
Banyak pengamat memperkirakan tahun 2012 adalah tahun terburuk bagi sistem uang kertas. Saatnya Dinar dan Dirham berlaku luas.

Tahun 2011 baru saja kita lewati dengan berbagai peristiwa yang nampaknya akan berlanjut di tahun 2012. Krisis perekonomian Yunani terus merembet ke seluruh daratan Eropa. Islandia, Italia, Perancis, Spanyol dan Portugal, bahkan Swiss, mulai mengalami dampak krisis. Seruan 'Revolusi' berkumandang di seantero Eropa dan Amerika. Pusat-pusat industri riba, mulai dari Wall Street di New York sampai di Sudirman Street Jakarta, menjadi sasaran protes masyarakat.

Di Spanyol rakyat menggerakkan Revolusi 'Los Indignados' (Yang Marah), 15 Mei 2011 lalu. Di London kantor bank-bank dan supermarket diserbu rakyat. Kemungkinan bubarnya Zona Eropa mulai dibicarakan. Pertengahan September 2011 Wall Street mulai diduduki. Gerakan 'Occupy Wall Street', dalam waktu sebentar, menular ke berbagai kota di Eropa dan Asia, dari Inggris sampai Italia, dari Korea sampai Indonesia.

Sebelumnya, pada akhir 2010, di Perancis diserukan 'Bank Run', seruan agar semua orang menarik uang simpanannya dari bank. Kampanye ini melibakan pemain bola terkenal Eric Cantona. Laporan up date dari Divisi Ekonomi Perserikatan Bangsa Bangsa berjudul 'Situasi Ekonomi dan Prospek Dunia 2010', mencatat bahwa tingkat tukar dolar terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya telah mencapai tingkat terendah sejak tahun 1970-an.

Di Amerika sendiri, bos Federal Reserve, Ben Bernanke, mengisyaratkan bahwa ia mungkin akan memulai apa yang disebut 'QE3', yang tak lain adalah pencetakan dan penggelontoran uang kertas baru ke dalam perekonomian Amerika. Nilainya di atas $ 1 trilyun. Sementara itu, lembaga pemeringkat Standard&Poor;'s telah memangkas peringkat utang US, dari tingkat AAA ke tingkat yang lebih rendah, karena semakin mungkin utang tidak akan terbayarkan. Bahkan para petinggi IMF dan Bank Dunia sendiri, menjelang akhir 2011 lalu, telah menyatakan bahwa saat ini kita 'berada dalam masa-masa yang sangat berbahaya!'

Dari Krisis Perusahaan ke Krisis Negara
Dalam perjalanan sejarah politik dalam kurun seratus tahun terakhir ini, dalam episode yang disemangati oleh nasionalisme dalam ikatan konstitusionalisme, kita telah menyaksikan jatuh bangunnya pemerintahan di berbagai negara. Satu rezim runtuh, digantikan oleh rezim baru, sampai pada gilirannya rezim itu pun runtuh dan digantikan kembali oleh rezim lain yang lebih baru lagi, silih berganti. Baik terjadi secara damai melalui proses pemilihan umum, maupun secara berdarah lewat kudeta atau pemberontakan bersenjata.

Kasus-kasus mutakhir dapat disebutkan di sini, Iraq, Sudan, Mesir, Afganistan, Libya, dan lain-lain, semua mengalami pergantian rezim tapi tanpa perubahan bermakna. Bangunan dasarnya tetap bertahan. Sumber kekuatan politik itu sendiri - yakni sistem finansial ribawi yang menyokongnya - tidak pernah tersentuh. Presiden, atau Perdana Menteri, serta kelas politisi lainnya yang datang silih berganti, tak lebih hanya melayani kekuatan yang tetap sama: oligarki bankir internasional. Saddam Hussain, Hosni Mubarak, Moammar Ghadaffi - bahkan Soeharto atau George Bush dan Tony Blair - boleh pergi, dengan atau tanpa kekerasan, tetapi sistem tetap tak berganti.

Belakangan ini semakin banyak pengamat yang mengatakan bahwa kita tengah memasuki krisis dolar AS, yang tidak lain adalah krisis sistem mata uang kertas, yang itu berarti adalah krisis negara bangsa. Yang kita saksikan saat ini adalah sebuah perubahan alamiah yang sangat mendasar dalam sistem kehidupan kita. Kapitalisme, atau sisem riba, yang bertentangan dengan fitrah kehidupan tengah dalam proses pembusukannya.

Dan pembusukan kali ini adalah pembusukan yang tak terpulihkan. Kalau dulu pada peristiwa 'Krisis Moneter' yang kita alami pada 1997 atau 'Krisis Kredit Macet' di AS pada 2008, krisis terjadi pada tingkat perusahaan, kali ini krisis itu terjadi pada tingkat negara. Secara teoritis maupun empiris tanda-tanda dan awal proses keruntuhan itu telah nampak di mata kita, sebagaimana telah disebutkan sejumlah indikasinya di atas. Kini, bukan cuma para kepala negara boneka itu yang pergi silih berganti, melainkan sistem itu sendiri yang akan berlalu.

Ada atau tidak ada Pemilu, terjadi atau tidak terjadi perebutan kekuasaan secara berdarah, sistem politik usurokrasi dengan nama demokrasi ini akan runtuh dengan sendirinya. Prediksi keruntuhan-tak-terpulihkan sistem usurokrasi ini bukanlah semata analisisi futurologi, melainkan dapat diperhitungkan secara matematis. Kita harus bersiap dengan sistem yang baru.

Cahaya Menyingsing
Itu semua adalah gambaran dari satu sisi. Gambaran di sisi lainnya adalah cahaya yang mulai menyingsing di balik kabut reruntuhan kapitalisme ini. Penerapan kembali muamalat, melalui perdagangan yang halal, dengan Dinar dan Dirham, telah semakin kokoh. Pada tahun 2012 ini tampaknya kita juga akan melihat beberapa lompatan besar. Sekurangnya ada tiga hal yang bisa disebutkan di sini yang mungkin akan belangsung pada 2012: Sebanyak 5-6 kesultanan di Nusantara akan secara resmi mulai mencetak Dinar dan Dirham, serta Fulus, masing-masing; dengan berada dalam satu standar internasional, yaitu World Islamic Mint (WIM). Kesultanan-kesultanan di Nusantara ini mencakup wilayah yang kini menjadi bagian dari Thailand, Malaysia, Indonesia, Singapura, dan Filipina.

Dengan beredarnya kembali Dinar dan Dirham secara resmi dan luas ini akan segera diikuti dengan beroperasinya infrastruktur penitipan (wadi'ah), dan sistem pembayaran yang akan dilengkapi dengan instrumen penunjang elektronik. Dinar dan Dirham akan efektif berlaku sebagai mata uang regional.

Berkembangya sistem finansial berbasis Dinar dan Dirham, serta Fulus, akan diikuti dengan berjalannya kembali perdagangan internasional melalui jaringan para pedagang di wilayah Nusantara. Ini sebagai alternatif atas jaringan perdagangan monopolistik yang ada saat ini. Jaringan ini telah dirintis melalui Nusantara Trading Network (NTN), oleh para wirausahawan muslim dari Indonesia, Singapura, dan Malaysia - dengan dua wilayah lain, Sulu (Filipina) dan Pattani (Thailand) akan menyusul.

Dalam al Qur'an Allah Taala berfirman: 'Katakanlah: Yang haq telah datang dan yang batil telah musnah. Sesungguhnya kebatilan itu pasti musnah.' (QS: Al Isra, 81).

Kapitalisme, riba dan perbankan, adalah kebatilan. Dinar dan Dirham, perdagangan dan muamalat, adalah haq.

Tugas kita hanyalah menghadirkan yang haq, agar kita tidak musnah bersama musnahnya kebatilan tersebut. Dan kemenangan hanyalah milik Allah.

Dibaca : 5745 kali


Bookmark and Share

lainnya
Index kategori : Artikel
Facebook   Twitter   Yahoo Group   You Tube   Baitul Mal Nusantara
© WAKALA INDUK NUSANTARA                                                                                                                        DISCLAIMER   SITEMAP   SITE INFO