NILAI TUKAR DINAR DIRHAM
24-07-2014 , Kamis Pagi

DINAR EMAS
Nisfu (1/2) Dinar - Rp. 0,-
Dinar - Rp. 0,-
Dinarayn - Rp. 0,-

DIRHAM PERAK
Daniq (1/6) Dirham - Rp. 0,-
Nisfu (1/2) Dirham - Rp. 0,-
Dirham - Rp. 0,-
Dirhamayn - Rp. 0,-
Khamsa - Rp. 0,-
Jakarta, 11 November 2011
Kembali Ke La Tansa untuk Menuju La Riba
Nurman Kholis - Peneliti Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI
Sebuah catatan pribadi perkenalan dengan penegakkan sunnah muamalat serta Dinar dan Dirham.

1991
(Pada awal tahun ajaran semester gasal, di dalam ruang kelas yang berfungsi sebagai Mushala di Gedung Ibnu Taimiyah Pesantren La Tansa Cipanas Lebak Banten).

Dalam diskusi pada jam pelajaran ekonomi tentang prinsip ekonomi yang diuraikan sebagai 'dengan mengeluarkan modal sesedikit mungkin untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya', dalam benak ini muncul sebuah pertanyaan: 'Itu Bukannya riba?'. Karena waktu itu Pesantren La Tansa baru saja berdiri sehingga gedung, fasilitas, dan gurunya sangat terbatas. Guru ekonomi pun berlatar belakang pendidikan Fisika. Ia pun sesekali menyuruh saya dan teman-teman untuk berdiskusi tentang isi buku ekonomi.

Pada bulan Agustus, di Granada, Spanyol berkumpul para muallaf Eropa yang terhimpun dalam gerakan Murabitun. Salah satu hasil perkumpulan tersebut adalah terbitnya fatwa bahwa hukum uang kertas adalah haram yang dikeluarkan oleh Prof. Umar Ibrahim Vadillo (ulama kelahiran Spanyol dan sebelumnya penganut Katolik) atas bimbingan Syekh Abdal Qadir as-Sufi (Ulama kelahiran Skotlandia tahun 1930, sebelumnya bernama Ian Dallas). Pada tahun ini, 1991, Prof. Umar juga menulis buku berjudul The End of Economics: An Islamic Critique of Economics.

2001
Saya memutuskan untuk kembali ke La Tansa untuk menjadi pengajar, meski perkuliahan saya pada Jurusan Ilmu Komunikasi di Unpad, Bandung, belum rampung - tinggal menungu sidang skripsi . Dalam sebuah bis jurusan Sukabumi-Bandung, saya berdampingan dengan Bapak Baharuddin bin Ahmad bin Musanif . Ayahnya berdarah Arab, ibunya seorang China yang lahir di Jakarta, menamatkan SD dan SMP di Amerika, serta nyantri di Pesantren Gontor dan Tebu Ireng Jawa Timur Ia bergelar Hukum di UI dan S2 Ekonomi di Oxford University Inggris. Dalam obrolan di tengah perjalanan itu beliau berpesan kepada saya agar kembali kepada fiqih para ulama sebelum abad ke-19. Beliau juga berpesan agar saya melakukan salat taubat dan salat hajat sebelum tidur. Beliaumemberi tahu agar pada rakaat pertama setelah al Fatihah membaca surat al Kafirun dan pada rakaat kedua membaca surat al Ikhlas.

Saya pun berusaha menjalankan pesan tersebut baik selama menjadi pengajar di La Tansa (2001-2002) maupun setelah tidak mengajar di La Tansa. Selanjutnya saya berencana mendaftar menjadi dosen pada Jurusan Ilmu Komunikasi Untirta Banten. Namun, saat berada di Bandung untuk melegalisir ijazah, saya bertemu dengan beberapa orang yang berada dalam gerakan pemberlakuan kembali dinar dan dirham. Sejak itu, saya memutuskan untuk banyak membaca literatur tentang Dinar, Dirham, dan asal muasal uang kertas. Karena itu, saya memutuskan untuk bekerja secara tidak terikat. Salah satunya menjaga gerai pameran. Namun, pada pengalaman itu, saya salah menjual harga barang karena kesalahan teman yang menulis harga barang tersebut. Saya pun berusaha sabar terhadap ketentuan Allah, subhanahu wa ta'ala, karena untuk mengembalikan kerugian tersebut saya harus berdagang asongan, yang terasa pahit.

Kepahitan yang pertama adalah saat dimarahi habis-habisan oleh pemilk barang, karena salah menjual harga barang. Kepahitan yang kedua, saat bertemu dengan seorang kakak kelas di Unpad, saat mengasongkan Quran terjemahan. Selain terasa pahit, juga rasa sangat malu, saya yang bertitel S.Sos, dan sebelumnya berprofesi sebagai seorang guru di La Tansa, namun harus berdagang asongan. Namun, pada tahun itu (2003), setelah melewati berbagai kepahitan, akhirnya saya merasakan manisnya kehidupan. Saya meraih Juara Harapan I Lomba Penulisan Sketsa Keagamaan Tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh Badan Litbang dan Diklat Departemen (Kini Kementerian) Agama.

Saya pun selanjutnya lulus dalam tes Calon Pegawai Negeri Sipil pada Inspektorat Jenderal Departemen Agama (2003-2007) dan selanjutnya saya pindah tugas ke Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan. Pada periode 2008- 2010 saya pun mendapatkan bantuan biaya perkuliahan untuk melanjkutkan studi pada Program Magister Filologi (Kajian Naskah Klasik) pada Fakultas Sastra Unpad Bandung. Karena itu, perkuliahan saya dan tempat kerja saya menunjang minat saya terhadap pengkajian dinar, dirham, dan uang kertas.

2011
Pada tanggal 25 September, di luar dugaan ,saya dipercaya untuk mengisi acara 'In Memoriam KH Ahmad Rifai Arief bersama Sdr Apoy, salah satu personbel grup Wali, pada Reuni Akbar Alumni La Tansa. Di sela-sela acara tersebut, saya membicarakan dan memperkenalkan dinar dan dirham kepada Sdr Apoy. Saya bilang, 'Poy, Ivan anggota Band Slank yang bukan lulusan pesantren saja sudah menggunakan dinar dan dirham, coba ente cari saja infonya di Youtube'. Apoy pun bilang, 'Saya baru ngeh nih'.

Esok harinya (26 September ) saya berangkat ke Aceh membantu peneliti senior yang melakukan penelitian Masjid Kuno di Aceh. Saya sepekan di Aceh. Saya pun terkenang para Sultan dan ulama di Aceh yang berjasa menyebarkan Islam di Nusantara. Salah satunya adalah Sultan Malikuz-Zahir, putra Sultan Samudera Pasai I (Malikus-Saleh) yang pertama kali mencetak dinar (uang emas) dan dirham (uang perak) berornamen Islami di Nusantara.

4 Oktober
Saya kembali ke Jakarta dan bertugas di kantor.

6 Oktober
Saya berangkat ke Kuala Lumpur untuk mengikuti Moussem dan studi penggunaan dinar dan dirham di Malaysia. Saya pun bertemu dan sempat makan dalam satu lingkaran bersama Syekh Umar Ibrahim Vadillo, yang pertama kali mencetak kembali dinar dan dirham di era modern ini, sejak 1992.

Semoga suatu saat nanti, jual beli sepenuhnya berlangsung secara adil. Sebagai contoh, jika seekor kambing dapat ditukar dengan 1 dinar (4,25 gram emas), maka 2 ekor kambing dengan 2 dinar (8,50 gram emas). B ukan 1 ekor kambing ditukar dengan selembar kertas bernilai Rp 1 juta, 2 ekor kambing ditukar tetap hanya dengan selembar kertas, yang diganti angkanya menjadi Rp 2 juta. Semakin banyak barang yang dijual maka semakin berat emas yang diterima. Dengan demikian, jika negeri-negeri asing mau memiliki kekayaan di Nusantara ini, maka umat Islam harus meminta alat tukarnya dengan uang emas (dinar) atau dengan barang lain yang sesuai dengan kekayaan alam yang mereka dapatkan dari negeri kita. Sebab, jika sekian kekayaan alam di negeri ini terus menerus ditukar dengan tumpukan kertas-kertas kecil bernama 'dolar' atau 'euro' maka itu jelas-jelas itu adalah riba, bukan jual beli.

Dari La Tansa Menuju La Riba (1991, 2001, 2011). Perjalanan selanjutnya menuju Mashira (Tempat Kembali).

Dibaca : 3041 kali


Bookmark and Share

lainnya
Index kategori : Artikel
Facebook   Twitter   Yahoo Group   You Tube   Baitul Mal Nusantara
© WAKALA INDUK NUSANTARA                                                                                                                        DISCLAIMER   SITEMAP   SITE INFO