NILAI TUKAR DINAR DIRHAM
07-10-2013 , Senin Pagi

DINAR EMAS
Nisfu (1/2) Dinar - Rp. 1.070.000,-
Dinar - Rp. 2.140.000,-
Dinarayn - Rp. 4.280.000,-

DIRHAM PERAK
Daniq (1/6) Dirham - Rp. 11.600,-
Nisfu (1/2) Dirham - Rp. 35.000,-
Dirham - Rp. 70.000,-
Dirhamayn - Rp. 140.000,-
Khamsa - Rp. 350.000,-
Depok, 13 November 2012
Memilih Barisan
M. Abdurrasyidi -
Memilih barisan agar di Yaumil Akhir berada dalam jajaran yang bersambung sampai kepada Rasulullah, sallalahu alayhi wa sallam, bukan barisan yang terputus, sehingga mendapatkan syafaat dari beliau.

Saya pernah ditanya kenapa saya memilih ikut dalam kegiatan memasyarakatkan Dinar dan Dirham sebagai penunai zakat dan muamalat. Tentu saja pertanyaan ini muncul karena saat ini ada kelompok yang menggunakan kedua koin tersebut untuk tujuan selain menjalankan syariat Islam-mereka menyebutknya sebagai alat investasi. Saya juga pernah ditanya kenapa sependapat dengan mereka yang menyatakan Dinar emas dan Dirham perak (serta fulus) sebagai uang, karena hal tersebut berarti berlawanan dengan arus zaman sekarang yang menggunakan fiat money tanpa back up emas.

Sederhana saja, bahwa saya yakin bahwa ajaran Islam sudah mencakup semua hal, termasuk muamalat, sehingga apa yang diajarkan oleh Islam (melalui Al Quran dan sunnah Nabi) adalah pedoman yang pasti benar dan yang terbaik. Adapun ketika saat ini kita mengalami kendala untuk kembali ke muamalat yang diamalkan Nabi dan para sahabat, itu merupakan pertanda bahwa kita sudah sedemikian jauh melenceng dari aturan yang seharusnya. Nafsu kita membuat kita sulit untuk kembali kepada ajaran yang benar.

Bagi saya, apa yang diamalkan Rasul, sahabat dan generasi Islam terdahulu jelas lebih baik dibanding apa yang diajarkan oleh Profesor dan Doktor ekonomi zaman sekarang. Imam Al Ghazali yang mengatakan dalam Kitab Ihya' Ulumudin bahwa Dinar dan Dirham adalah uang yang adil lebih pantas dipercaya daripada para kapitalis saat ini dengan sistem finansial riba-nya.

Yang membuat saya lebih yakin adalah bahwa pengajaran mengenai Dinar emas, Dirham perak, dan muamalat melawan riba, diperkenalkan kembali oleh Shaykh yang mendapatkan pengajaran secara berantai dan tersambung dari guru/shaykh di atasnya sampai kepada Rasulullah , sallalahu alayhi wa sallam.

Beliau adalah Shaykh Abdalqadir As Sufi dan Shaykh Umar Ibrahim Vadillo. Mereka adalah para shaykh yang mengajarkan dan menghadirkan kembali Dinar emas dan Dirham perak di abad modern ini. Mereka adalah guru abad ini yang berhasil membaca tanda zaman dan memberikan solusi atas permasalahan umat Islam saat ini, salah satunya adalah dengan mengembalikan muamalat, Dinar dan Dirham (serta fulus).

Meskipun saya tidak/belum pernah mendapatkan pengajaran langsung dalam kurun waktu yang lama (hanya pernah bersama selama beberapa jam dengan Shaykh Umar dalam sebuah majelis dan belum pernah bertemu secara langsung dengan Shaykh Abdalqadir As Sufi), saya merasa beruntung bisa mengenal dan bersama dengan murid-murid langsung Shaykh yang telah mendapatkan pengajaran sekian lama. Tentu saja, para shaykh tersebut bagi saya adalah guru-guru yang saya coba ikuti arahan dan petunjuknya. Dengan bersama para murid langsung shaykh yang selalu mendapatkan bimbingan dan arahan dari shaykh, saya yakin bahwa apa yang saya ikuti dan jalani bersama mereka adalah dalam jalur yang benar.

Para shaykh tersebut berpesan untuk mengamalkan apa yang sudah diketahui, sehingga Dinar Dirham bukanlah sekedar wacana. Penyakit 'wacana' inilah yang kadang muncul di kalangan akademisi yang belajar tanpa bimbingan guru/shaykh sehingga amalan sunnah tersebut menjadi ajang debat semata dan nol dalam praktik. Tidak heran jika ada buku tentang Dinar Dirham yang isinya justru malah menyesatkan umat Islam karena menyajikan informasi yang salah, yaitu menjadikannya alat untuk mendapatkan kertas rupiah yang lebih banyak. Ini juga menjadi peringatan bagi kita untuk selektif dalam membaca buku.

Sekali lagi, saya akan memilih buku-buku, pengajaran dan amalan yang ditulis, diajarkan dan diamalkan oleh para shaykh dan murid-muridnya sehingga tetap berada dalam jalur yang benar. Tentu saja, membaca buku dan mendapatkan ilmu saja tidak cukup. Harus diamalkan sehingga ilmu tersebut tidak menjadi penyakit.

Saya berharap bahwa nanti di yaumil akhir, sebagaimana disampaikan Bapak Nurman Kholis kepada saya, bisa ikut berbaris dalam barisan yang bersambung dan sampai kepada Rasulullah, sallalahu alayhi wa sallam, bukan barisan yang terputus, sehingga mendapatkan syafa'at dari beliau. Dengan mengikuti pengajaran para shaykh tersebut mudah-mudahan kita bisa ikut masuk dalam barisan yang selamat tersebut.

Amin.

Dibaca : 1439 kali


Bookmark and Share

lainnya
Index kategori : Artikel
Facebook   Twitter   Yahoo Group   You Tube   Baitul Mal Nusantara
© WAKALA INDUK NUSANTARA                                                                                                                        DISCLAIMER   SITEMAP   SITE INFO