Norwich, 10 April 2012
Perbankan Syariah dan Ulama as-Su
Abdassamad Clarke -

Ulama sejati adalah mereka yang berpengetahuan dan memiliki rasa takut dan mengabdi hanya kepada Allah Taala.

Tanggal hari ini adalah tanggal kesembilan bulan Rabi'ul Awal 1433 (Selasa 2 Maret 2012). Mengikuti khutbah dari Imam Hanif sebelumnya, yang membahas tentang pentingnya pengetahuan, kita perlu mengikutinya dengan beberapa langkah logis. DIN (Islam) ini berdasarkan kepada pengetahuan. Maka, jika umat Islam berada dalam krisis, itu adalah karena tidak ada pengetahuan atau karena pengetahuannya ada, tapi tidak digunakan. Jika kita menerima bahwa pengetahuan adalah dasar dari segala sesuatu, maka kita sendiri harus berupaya untuk memperoleh pengetahuan yang sebanyak yang wajib kita ketahui, baik dalam masjid maupun di pasar, dan kita harus mengenali mereka yang telah diberi kelimpahan ilmu itu.

Jadi kita harus memiliki pengetahuan yang cukup untuk dapat mengenali siapa saja orang-orang yang berpengetahuan berlimpah ini. Tapi, kita tidak bisa, bagaimanapun, untuk begitu saja menyerahkan urusan kita kepada para pakar atau sarjana, karena kita mengetahui keberadaan dari kelompok yang selalu dikenal sebagai ulama as-su', ulama jahat atau sesat, seperti yang diriwayatkan dari Rasulullah , salallahualaihi wasallam, saat ia berkata:

ويل لأمتي من علماء السوء. (الحاكم في تاريخه - عن أنس).
وفي رواية أخرى: ويل لأمتي من علماء السوء يتخذون هذا العلم تجارة يبيعونها من أمراء زمانهم ربحا لأنفسهم لا أربح الله تجارتهم. (الحاكم في تاريخه - عن أنس).
�

'Celakalah umatku dari ulama as-su'.'


Dan dalam riwayat lain,


'Celakalah umatku dari ulama as-su' yang menjadikan pengetahuan sebagai dagangan yang mereka jual kepada penguasa di zaman mereka demi keuntungan pribadi, semoga Allah tidak memberi keuntungan apapun untuk perdagangan mereka.' Dengan kita menyadari bahwa orang yang berada dalam kekuasaan di zaman ini bukanlah kelas politisi, baik di Barat maupun di Timur, tetapi para bankir pemodal dan kelompok korporasi, maka menjadi jelas siapa ulama as-su' tersebut pada hari ini, yaitu: para sarjana keuangan dan perbankan Islam.

Sebuah penelitian terbaru dari para periset yang bekerja di bidang yang disebut 'Keuangan Islam' itu menunjukkan: 'Ada lebih dari 400 cendekiawan syariah (sic) di seluruh dunia tetapi hanya sekitar 15 sampai 20 orang saja yang menonjol dan berpengalaman, yang menciptakan permintaan bagi para sarjana ini untuk menduduki berbagai jabatan. Sebanyak 20 besar ulama memegang 14-85 posisi masing-masing, menempati total sekitar 620 posisi jabatan atau 55 persen dari industri.'

'Dan ini menghasilkan beban fee setinggi langit, yang harus dibayarkan kepada para ulama top ini. Seorang bankir senior di sebuah pemberi pinjaman Islam mengatakan beberapa sarjana bisa dibayar $ 1.000 sampai $ 1.500 per jam konsultasi - selain bonus tahunan antara $ 10.000 dan $ 20.000 per kursi jabatan. ' (Reuters)


Bencana perbankan Islam dan keuangan Islam, yang hanya menjadi alat bagi perbankan dan perusahaan besar mendapatkan akses kepada kekayaan kaum muslimin, telah dipercepat oleh para sarjana yang membantu mereka dalam proses ini. Sekarang mereka melayani lembaga super kafir seperti HSBC dan Goldman Sachs yang bertekad untuk menjarah Islam dan rakyatnya, karena mereka juga telah menjarah dunia. 'Ulama-ulama palsu seperti ini tidak diragukan lagi adalah kaum munafiqun.


أقول قولي هذا وأستغفر ا لله لي ولكم ولسآئر المسلمين فاستغفروه إنه هوالغفور الرحيم 


Apa tanggung jawab kita dalam hal ini?
Kita telah membiarkan kelas pakar tersebut untuk merebut istilah ulama ini, mereka telah mengambil itu sebagai hak prerogatif mereka. Kita sekarang menyamakan ulama dengan para pakar dan ini adalah kesalahan. Ulama secara harfiah bermakna orang berpengetahuan. Din ini didasarkan kepada pengetahuan, dan karena itu para intelektual secara fundamental penting bagi din ini. Jadi dalam berbicara tentang masalah ini kita tentu tidak mendukung keadaan jahil, dibanding keadaan berpengetahuan.


 Apa sarana utama bagi kita untuk dapat mengidentifikasi sekelompok orang, yang bisa kita sebut ulama? Tidak lain adalah Kitabullah. Hanya ada satu tempat dalam Qur'an di mana istilah ulama disebutkan, dan itu adalah ketika Allah Ta'ala berfirman:

إنما يخشى الله من عباده العلماء


'Hanya para hamba-Nya yang berpengetahuan yang bertakwa kepada Allah.' (QS. Faathir QS. 35:28)


Ibnu Juzayy mengatakan:


العلماء بالله وصفاته وشرائعه علما يوجب لهم الخشية من عذابه, وفي الحديث أعلمكم بالله أشدكم له خشية


Yang dia maksud (dengan ulama) adalah mereka yang mengenal Allah beserta atribut-Nya dan syari'at-Nya sebagai pengetahuan yang perlu bagi mereka agar memiliki rasa takut akan hukuman-Nya. Ada dalam hadis, 'mereka yang paling berpengetahuan tentang Allah adalah yang paling memiliki rasa takut kepada-Nya.'


Al-Qurtubi mengatakan: 
يعني بالعلماء الذين يخافون قدرته; فمن علم أنه عز وجل قدير أيقن بمعاقبته على المعصية, كما روى علي بن أبي طلحة عن ابن عباس 'إنما يخشى الله من عباده العلماء' قال: الذين علموا أن الله على كل شيء قدير. وقال الربيع بن أنس من لم يخش الله تعالى فليس بعالم. وقال مجاهد: إنما العالم من خشي الله عز وجل. وعن ابن مسعود: كفى بخشية الله تعالى علما وبالاغترار جهلا.


Dia berarti ulama yang takut akan kekuasaan-Nya, karena siapa pun yang tahu bahwa Dia adalah Mahakuasa akan mengetahui hukuman-Nya, ketidaktaatan mereka, sebagaimana 'Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, 'Hanya mereka para hamba-Nya yang memiliki pengetahuan takut kepada Allah', adalah mereka, 'Yang tahu bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.' Kata Ar-Rabi bin Anas 'Siapa yang tidak takut kepada Allah bukanlah seorang alim.' Mujahid mengatakan, 'Seorang Alim hanyalah orang yang takut kepada Allah, Yang Maha Tinggi .' Ibnu Mas'ud berkata, 'Takut kepada Allah Taala sudah cukup untuk pengetahuan dan kesesatan cukup untuk kejahilan.'

Di sini kita tambahkan diktum terkenal dari Imam Malik:


العلم نور يجعله الله حيث يشاء, ليس بكثرة الرواية


'Pengetahuan adalah cahaya yang Allah tempatkan di mana pun Dia kehendaki; dia bukanlah tumpukan narasi .'

Dan lebih dari masa-masa lainnya, di masa kita ini, kita membutuhkan ulama, sebagaimana ada di kalangan kaum salaf, orang yang berpengetahuan dan beramal nyata, orang-orang yang seperti para sahabat, semoga Allah meridhai mereka, bukan hanya ulama dalam pengertian kita yang sangat terbatas. Dan seperti para sahabat, sebagai ulama, mereka akan mengambil pengetahuan mereka dalam persahabatan dengan laki-laki dan perempuan yang aktif dengan pengetahuannya, tidak hanya dengan duduk di perpustakaan.

Catatan: penulis adalah Imam Masjid Ihsan, Norwich, Inggris. Selain disampaikan dalam khutbah Jumat artikel ini juga diceramahkan, bisa diunduh di Youtube: http://youtu.be/nHE61NO2f-c