Kuala Lumpur, 17 April 2012
Membangun Kembali Pasar Sebagai Wakaf
Shaykh Umar Ibrahim Vadillo -

Keberadaan pasar umum adalah kunci kemakmuran masyarakat.

Ibn Khaldun, sejarawan dan juga seorang qadi, merupakan 'Bapak Sejarah' karena ia adalah orang pertama yang menemukan pemahaman tentang sejarah sebagai cara penafsiran peristiwa. Ia bukan hanya meriwayatkan peristiwa, tetapi menafsirkannya. Ibn Khaldun berkata: 'Apa yang membuat sebuah kota? Apa yang membedakan kota dengan pemukiman?' Ia mengatakan ada tidaknya pasar. Jadi, bila tidak ada pasar, tempat itu baru merupakan sebuah [emukiman semata. Itu belum menjadi Madinah (Kota). Ia akan menjadi Madinah ketika ia memiliki pasar.



Masyarakat Madinah tidak menciptakan pasarnya. Sama seperti halnya kita tidak menciptakan koin emas. Ini sudah ada dari awal masyarakat ada. Masyarakat itu sendiri mengalokasikan sebidang lahan, sebagai ruang publik. Publik, yang berarti milik semua orang, di mana setiap orang bisa dagang.


Sementara super-market yang kita lihat semarak saat ini adalah monopoli distribusi. Model ini menghancurkan perdagangan dan pada akhirnya menghancurkan produksi karena akhirnya menjadi bagian dari sistem monopoli yang mengontrol perdagangan eceran. 
Masyarakat dengan sistem monopoli tidak ada hubungannya dengan perdagangan, dan bahwa masyarakat demikian tidak ada hubungannya dengan Islam.


Maka, cukup bagi kita, untuk merestorasi kehidupan pasar dalam masyarakat muslim, sebagai adalah pilar mendasar dalam perang kita melawan riba. Jadi ketika orang bertanya kepada saya apakah ada negara di dunia sekarang menggunakan dinar emas? Saya memberitahu mereka untuk tidak menanyakan pertanyaan itu. Saya meminta mereka bertanya kepada saya 'Apakah ada masyarakat Muslim menggunakan dinar emas ketika kekhalifahan tegak?' Dan saya menjawab mereka: 'SEMUA, tanpa kecuali.''

Jalan Sutra dan rute lainnya, setiap titik di garis alur perdagangan pada peta dunia muslim merupakan pasar utama. Ini adalah jantung kegiatan perdagangan dunia muslim ketika mereka menguasai perdagangan. Sangat jelas dalam gambaran ini bahwa muslim menguasai kerajaan di tengah. Oleh karena itu, perdagangan darat sangat penting dalam membangun kekayaan kita.

Pasar dan Kaum Perempuan
Pasar, sejak sebelum maupun sesudah Islam, adalah lembaga publik. Mereka milik masyarakat. Mereka milik rakyat. Dan Rasul , sallalahu alayhi wa sallam, benar-benar mewariskan pada kita bahwa suq, pasar, adalah sedekah bagi orang-orang. Artinya lembaga yang mengatur pasar adalah perwakafan. Rasul , sallalahu alayhi wa sallam, berkata, 'Sunnah pasar adalah sama dengan sunnah di masjid.'' Rasul , sallalahu alayhi wa sallam, juga menyatakan, 'Ini adalah pasar Anda. Jangan membaginya menjadi bagian-bagian. Jangan memaksakan pajak di atasnya.''


Merupakan hak dasar setiap individu untuk memiliki tempat (ruang) untuk berdagang tanpa ada pembatasan. Monopoli pasar swalayan menghancurkan kebebasan dasar masyarakat untuk melakukan perdagangan ini. Privatisasi pasar telah membunuh perdagangan.


Sukka adalah orang-orang pasar. Sukka yang dominan adalah kaum perempuan. Tujar adalah para pedagang, orang-orang yang berada di kafilah, dan itu kebanyakan laki-laki. Tentu, ini tidak eksklusif sama sekali. Di Madinah juga diketahui sejumlah laki-laki berdagang di pasar. Tapi kegiatan eceran di asar kebanyakan dijalankan oleh kaum perempuan. Kaum perempuanlah yang menjalankan masyarakat. Pasar adalah domain mereka.


Salah satu hal yang membuat Kelantan (sebuah Kesultanan di Malaysia) unik dalam pandangan saya adalah adanya Pasar Besar Siti Khadijah. Apa yang membuat kaum perempuan ini special adalah karena mereka memiliki semangat wirausaha. Saya ingat akan Pasar Siti Khadija saat saya datang 20 tahun lalu. Sekarang, tempat ini telah mengalami kemunduran luar biasa, ini sungguh menyedihkan. Amat sangat menyedihan. Pada hari-hari itu pasar ini benar-benar hidup.


Dengan kedatangan kolinial Inggris ke Timur Tengah, salah satu tindakan pertama mereka adalah menasionalisasi wakaf. Wakaf adalah mewakili kekayaan ribuan orang di masyarakat. Itu adalah milik Allah, subhanahu wa ta'ala. Harta ini tidak dapat dijual atau diambil alih, atau tindakan lain apa pun semacam itu. Tetapi, kini telah diambilalih. Harta wakaf dinasionalisasi secara sistematis untuk rangka menciptakan kondisi awal untuk pembentukan lembaga-lembaga kapitalis.

Dengan cara yang sama ketika Raja Henry VIII menasionalisasikan semua properti dari biara-biara Kristen untuk melahirkan monarki baru yang kemudian menjadi negara modern pertama. Begitulah, yang dilakukan colonial Inggris di kemudian hari terhadap harta wakaf dari kaum muslimin.


Namun, di situlah keindahan dari Allah, subhanahu wa ta'ala, yang membangun segalanya dengan Kebenaran (bil-Haqq). Dan yang memberikan kita kekuatan dan menaruh cahaya ke tempat gelap adalah Madinah al-Munawarra. Al - Munawarra, Cahaya, Nur. Inilah Cahaya bagi kita. Berikut adalah salah satu warisan yang peroleh dari Madinah, tentang tata cara penyelenggaraan pasar.

Sunnah di Pasar
Segera setelah kedatangan beliau di Madinah Al Munawarah, Nabi Islam, saw menciptakan dua lembaga : mesjid dan pasar. Beliau menjelaskan melalui pernyataan dan tindakan nyata bahwa pasar harus berupa tempat yang dapat diakses secara bebas oleh semua orang tanpa ada pembagian-pembagian (misalnya toko-toko) dan di sana tidak ada pajak, retribusi atau bahkan uang sewa.

Pasar serupa dengan mesjid.
Rasulullah, sallalahu alayhi wa sallam, bersabda : pasar-pasar harus mengikuti sunah yang sama dengan mesjid, siapa yang mendapat tempat duluan dia berhak duduk sampai dia bediri dan kembali ke rumah atau menyelesaikan perdagangannya (suq al Muslimun ka musalla al Muslimun, man sabaqa ila shain fahuwa lahu yawmahu hatta yadaahu) (Al Hindi, Kanz al Ummal, V 488 no 2688)

Itulah sadaqah tanpa ada kepemilikan pribadi
Ibrahim ibnu Mundhir al Hizami meriwayatkan dari Abdullah ibn Ja'far bahwa Muhamad ibn Abdullah ibn Hasan mengatakan, 'Rasulullah saw memberi kaum Muslimin pasar sebagai sedekah ( tasadaqa ala al Muslimin bi aswaqihim) (Ibnu Saba K Tarikh Al Madinah Al Munawarah, 304)

Tanpa penarikan uang sewa
Ibnu Zabala meriwayatkan dari Khalid ibnu Ilyas al Adawi mengatakan, 'Surat Umar ibnu Abdul Azis dibacakan kepada kami di Madinah, yang menyatakan bahwa pasar adalah sedekah dan tidak boleh ada sewa (kira) kepada siapa pun (As-Samhudi, Wafa al Wafa,749)

Tanpa penarikan pajak
Ibrahim al Mundhir meriwayatkan dari Ishaq ibn Ja'far ibn Muhamad dari Abdullah ibn Ja'far ibn al Miswat, dari Syuraih ibn Abdullah ibn Abi Namir bahwa Ata ibn Yasar mengatakan, 'Ketika Rasulluah, sallalahu alayhi wa sallam, ingin mendirikan sebuah pasar di Madinah, beliau pergi ke pasar [Yahudi] Bani Qainuqa dan kemudian mendatangi kembali pasar Madinah, lalu menjejakkan kaki ke tanah dan bersabda, 'Inilah pasar kalian. Jangan disekat-sekat (la yudayyaq) dan jangan biarkan pajak apa pun (kharaj) dikenakan' (Ibnu Saba K Tarikh Al Madinah Al Munawarah, 304)

Di sana tidak ada pesan atau klaim tempat
Ibnu Zabala meriwayatkan dari Hatim ibn Ismail bahwa Habib mengatakan bahwa Umar Ibn Khattab (pernah) melewati Gerbang Ma'mar di pasar dan (melihat) sebuah kendi diletakkan dekat gerbang dan dia perintahkan untuk mengambilnya. Umar melarang orang meletakkan batu pada tempat tertentu atau membuat klaim atasnya (an yuhaijjir alaiha aw yahuzaha) As-Samhudi, Wafa al Wafa,749)

Dan di sana tidak boleh dibangun toko-toko
Ibnu Shabba meriwayatkan dari Salih ibn Kaysan bahwa Rasulullah, sallalahu alayhi wa sallam, bersabda 'Inilah pasar kalian, jangan membuat bangunan apa pun dengan batu (la tatahajjaru) di atasnya dan jangan biarkan pajak (kharaj) dikenakan atasnya' As-Samhudi, Wafa al Wafa,747-8)

Abu Rijal meriwayatkan dari Israil, dari Ziyad ibn Fayyad, dari seorang syekh Madinah bahwa Umar ibn Khattab ra melihat sebuah toko (dukkan) yang baru dibangun oleh seseorang di pasar dan Umar merobohkannya. (Ibnu Saba K Tarikh Al Madinah Al Munawarah, 750)