
Perdagangan adalah salah satu aktivitas pokok manusia, sebagai sarana sirkulasi kekakayaan, dan karena itu menjadi pilar pokok muamalah. Namun, sistem riba menghancurkan perdagangan. Distribusi monopilistik menggantikannya. Masyarakat tidak punya akses kepada pasar. Bahkan, pasarnya itu sendiri pun, tidak ada lagi. Pasar dalam pengertian yang diajarkan Nabi, sallalahu alayhi wa sallam: tempat terbuka, tanpa pemilikan pribadi, tanpa sewa, dan tanpa riba.
Ketersediaan pasar menjadi tanggung jawab para ulil amri, para pemimpin masyarakat. Tapi, dalam sistem riba hari ini, para pemimpin ini justru yang menghilangkan pasar-pasar, mengalihkannya menjadi mal-mal atau supermarket milik pemodal besar. Karenanya, sekecil apa pun, pengembalian pasar sesuai dengan yang diajarkan Nabi, sallalahu alayhi wa sallam, hari ini sangat berarti.
Dengan adanya pasar terbuka pedagang dari mana pun bisa berjualan. Secara tradisional para pedagang ini dapat bergabung sebagai karavan atau kabilah dagang, hingga orang-orang yang memiliki harta, tapi tak pandai berdagang, dapat berperan serta, melalui qirad.
Demikianlah, Pasar Sultan Bintan, 3 Maret 2013 lalu nampak meriah, karena kehadiran Karavan Dgang dari Tumasik, Singapura. Tak kurang dari 20 pedagang berada dalam rombongan. Berjual beli di Pasar Bintan, dengan menggunakan Dirham perak, sebagai alat tukarnya.



