NILAI TUKAR DINAR DIRHAM
28-05-2012 , Senin Pagi

DINAR EMAS
Nisfu (1/2) Dinar - Rp. 1.062.500,-
Dinar - Rp. 2.125.000,-
Dinarayn - Rp. 4.250.000,-

DIRHAM PERAK
Daniq (1/6) Dirham - Rp. 11.050,-
Nisfu (1/2) Dirham - Rp. 33.150,-
Dirham - Rp. 66.300,-
Dirhamayn - Rp. 132.600,-
Khamsa - Rp. 331.500,-

HARGA EMAS PERAK DUNIA


[Most Recent Quotes from www.kitco.com]
[Most Recent Quotes from www.kitco.com]

Jakarta Selatan, 27 Januari 2011
Belanja, Ya! Investasi, Ya!
-
Dinar dan dirham adalah mata uang yang dipakai sejak zaman Rasullah.

Shalat Jumat baru saja usai. Ratusan jamaah dengan tertib keluar dari Masjid Al-Azhar, Kebayoran, Jakarta Selatan. Ada yang lang sung meninggalkan areal masjid, namun banyak pula yang mampir ke sebuah tenda raksasa sekitar 10 meter dari tangga masjid.

Beberapa di antaranya menyambangi stan nasi gudeg serta pedagang kebab turki. "Kebabnya empat. Dua tidak pedas, satu tak pakai mayonais," ujar seorang lelaki dengan tiga bocah lelaki mengekor di belakangnya.

Sehelai uang Rp 100 ribu disodorkannya. Kasir pedagang kebab pun mengembalikan Rp 20 ribuan. Giliran berikutnya, perempuan berjilbab hitam. Ia memesan satu kebab berisi daging sapi. Setelah pesanannya jadi, dia mengeluarkan beberapa kepingan koin kecil berwarna perak. "Tiga daniq saja," ujar sang kasir.

Nadia (19 tahun), perempuan yang baru saja membeli kebab turki itu pun berlalu setelah menyo dorkan tiga daniq yang di minta. Satu daniq, jika dirupiahkan menjadi Rp 7.100. Untuk satu buah kebab, butuh tiga daniq untuk menyamai harga Rp 20 ribu, plus selisih Rp 1.000. "Hmmm, saya biasa makan kebab, tapi baru kali ini rasanya nikmat sekali," ujar Nadia sembari menikmati kebab hangatnya.

Mahasiswa kampus Al-Azhar ini mengaku sangat terkesan dengan pengalaman makan siangnya hari itu. Bukan karena menunya yang istimewa, tapi uang yang dipakai membayar makanan tersebut adalah uang dirham. "Ini pengalaman pertama belanja pa kai dirham. Luar biasa sensasi nya," kata Nadia sambil tersenyum.

Tak hanya Nadia yang menikmati berbelanja dengan dirham, berpuluh bahkan ratusan orang hari itu memanfaatkan Festival Hari Pasaran (FHP) Dirham yang dilaksanakan Wakala Al-Azhar bekerja sama dengan Jaringan Wirausahawan dan Pengguna Dinar Dirham Nusantara (Jawara). Ada yang berbelanja pakaian muslim, sembako, buku-buku, alat kecantikan, mainan anak-anak, hingga makanan sepinggan serta beragam makanan ringan.

FHP tak ubahnya bazar-bazar yang sering ditemui. Namun, keunikannya adalah pada pembayarannya. Setiap stan pun mencantumkan harga barangnya dalam dua label harga: rupiah dan dirham. Ada yang langsung membayar saja dengan rupiah, tapi ada pula yang menukarkan terlebih dahulu uang rupiahnya men jadi dirham di konter penu kar an dinar dan dirham yang tersedia, baru kemudian membelanjakannya.

Menurut Aurolla Saparini, salah satu pemilik stan buku, dia sangat senang bisa mempraktikkan transaksi dagang yang sesuai sunah Rasul.

Menurutnya, kelebihan menggunakan dinar dibanding batangan emas. Karena jika emas saja, bentuknya hanya berupa investasi. Sementara menggunakan dinar atau dirham, selain bisa sebagai investasi, juga sekaligus bisa dipakai bertransaksi.

Membumikan dirham
Ajang FHP menjadi salah satu cara untuk membumikan dirham. FHP pertama kali digelar di halaman parkir Pesantren Darut Tauhid, Bandung, pada Mei 2009 lalu. Setelah itu, ajang serupa pun mulai bergulir di daerah Jabodetabek dan Jogya karta. "Sudah sekitar 25 kali FHP ini digelar," ujar Zaim Saidi, direktur Wakala Induk Nusanta (WIN).

Dinar, dirham, dan fulus merupakan mata uang syariah yang berlaku sepanjang masa Islam sejak zaman Rasulullah SAW. Mata uang ini dipakai hingga masa Khulafaur Rasyidin, lalu terus berlanjut hingga Bani Umayyah di Andalusia dan Afrika, Bani Abbasiyah di Irak, Kesultanan Mamluk di Mesir, Kesultanan Nusantara (Sulu, Malaka sampai Ternate), Kesultanan Mogul di Anak Benua India, dan terakhir di bawah Daulah Utsmani yang meliputi tiga benua (Eropa, Asia, dan Afrika). Kedua koin: emas dan perak, hilang bersamaan dengan berakhirnya hukum muamalat akibat runtuhnya otoritas yang menjaganya, Daulah Utsmani, pada 1924 Masehi.

Zaim mengatakan, ada sebagian orang yang melihat kembalinya dinar dan dirham sebagai alat investasi. "Pandangan ini sangat keliru. Ini mengarah pada penyalahgunaan koin emas dan perak yang justru akan mematikan muamalat," ujar Zaim.

Hadirnya jaringan Wakala dinar dirham di berbagai daerah di Indonesia saat ini telah mempermudah masyarakat Muslim mendapatkan dinar dan dirham. Zaim menilai, ini menjadi titik awal kembalinya muamalat, kembalinya zakat, yang juga berarti kembalinya syariat.

Ia mengingatkan, salah satu pertanda matinya muamalat adalah bertumpuknya harta hanya pada segelintir orang. Sejatinya, dinar dan dirham sebagai mata uang harus beredar dari tangan ketangan. Peredarannya bisa melalui perdagangan, sedekah, mahar, murabahah dan ijarah, serta berbagai bentuk kontrak muamalat lainnya, termasuk zakat. Inilah jalan beredarnya harta ke tangan semua orang, ujar Zaim.

Wajar jika banyak orang menerima kehadiran dinar atau dirham sebagai investasi. Dinar (koin emas 4,250 gram) dan dir ham (koin perak murni 2,975 gram) secara empiris kenaikan nilai tukarnya dalam setahun terakhir ini sangat tinggi. Khusus dirham, Agus tus 2009 lalu, nilai nya sama dengan Rp 27.500. Pada Desember 2010, nilainya sudah melonjak menjadi Rp 42.600. Ar tinya, nilainya naik sebesar 54,5 persen per tahun atau 4,5 persen per bulan.

Meningkatnya permintaan koin perak dalam waktu dekat, menurut Zaim, disebabkan berbagai hal. Pertama, meski secara alamiah produksi perak jauh di atas produksi emas, stok perak saat ini justru lebih langka ketimbang emas. Pasalnya, perak digunakan untuk berbagai keperluan industri dan sebagian besar telah terkonsumi habis.

Ini berbeda dengan emas yang stoknya tidak pernah berkurang karena hanya digunakan sebagai cadangan kekayaan. Perak dan emas sa ma-sama merupakan logam mu lia. Namun, harga perak jauh lebih murah ketimbang emas sehingga mudah terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, ujar Zaim.

Kedua, bersama pasangannya: dinar emas dan dirham perak, secara praktis telah berlaku kembali dan digunakan sebagai alat tukar atau mata uang. Ini memberikan kesempatan kepada mereka yang tidak memiliki uang (rupiah) pun dapat memiliki dirham melalui jual beli barang dan jasa.

Dengan memahami karakteristik perak dalam fungsinya sebagai uang secara lebih baik, posisi perak dan emas adalah komplementer, bukan alternatif. Artinya, tindakan sebagian orang yang menabung koin dirham perak untuk suatu saat ditukarkan dengan koin dinar emas adalah keliru.

Zaim menegaskan, dirham dan dinar memiliki fungsinya sendirisendiri, yakni sebagai alat tukar benda bernilai kecil dan bernilai besar. Keduanya bisa ditabung, tetapi itu hanya yang memang bersisa. Selebihnya, gunakanlah untuk bertransaksi, ujarnya.

Oleh Andi Nur Aminah - Harian Umum REPUBLIKA


Dibaca : 2780 kali


Bookmark and Share

lainnya
Index kategori : Artikel
Facebook   Twitter   Yahoo Group   You Tube   Baitul Mal Nusantara
© WAKALA INDUK NUSANTARA                                                                                                                        DISCLAIMER   SITEMAP   SITE INFO